BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan salah satu alat
untuk mengadakan interaksi terhadap manusia yang lain. Jadi bahasa tersebut
tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya bahasa kita kita dapat
berhubungan dengan masyarakat lain yang akhirnya melahirkan komunikasi dalam
masyarakat. Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya,
namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku
tersebut.
Kata-kata yang menyimpang disebut kata
non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan.
Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek
didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa
Indonesia. Saat kita mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan dan kesempatan.
Misalnya kapan kita mempunyai ragam bahasa baku dipakai apabila pada situasi
resmi, ilmiah. Tetapai ragam bahasa non baku dipakai pada situasi santai dengan
keluarga, teman, dan di pasar, tulisan pribadi, buku harian.
B. Rumusan Masalah
Agar Pembahasan dari makalah ini
tidak melebar dan pembahasannya tetap berkonsentrasi pada satu bahan judul maka
kami dari pemakalah perlu menetapkan rumusan masalah yang akan di bahas :
1.
Pengertian
Bahasa Baku
2.
Ciri-ciri
kata baku dan kata tidak baku
3.
Contoh-contoh
kata Baku
4
Fungsi bahasa-indonesia baku
C. Tujuan Penulisan
Pembaca mampu memahami :
1.
Pengertian Bahasa baku
2.
Ciri-ciri
kata baku dan kata tidak baku
3.
Contoh-contoh
kata baku
4
Fungsi bahasa-indonesia baku
D. Manfaat Penulisan
Pembaca di harapkan :
1.
Memahami
Pengunaan Bahasa Baku
2.
Memahami
Teori-teori Kata Baku
3.
Mampu
mengunakan Kata Baku
BAB II
KAJIAN TEORI
Bahasa baku atau bahasa standar adalah ragam bahasa yang diterima untuk dipakai dalam
situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat-menyurat,
dan rapat
resmi. Kata-kata baku adalah kata-kata yang standar sesuai dengan aturan
kebahasaaan yang berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu, termasuk ilmu
bahasa dan sesuai dengan perkembangan zaman. Kebakuan kata amat ditentukan oleh
tinjauan disiplin ilmu bahasa dari berbagai segi yang ujungnya menghasilkan
satuan bunyi yang amat berarti sesuai dengan konsep yang disepakati terbentuk.
Pada dasarnya bahasa Indonesia
baku merupakan salah satu variasi atau
ragam untuk dijadikan ragam resmi
kenegaraan manapun kedaerahan, serta usaha-usaha pembinaan
dan pengembangan yang biasa dilakukan terus
menerus tanpa henti-hentinya disebut pembakuan
bahasa atau standarisasi bahasa.
Berikut ini beberapa pendapat tentang bahasa baku :
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Bahasa baku atau
bahasa standar adalah ragam bahasa yang
diterima untuk dipakai dalam situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat-menyurat,
dan rapat
resmi. Bahasa baku terutama digunakan sebagai bahasa persatuan dalam masyarakat
bahasa yang mempunyai banyak bahasa. Bahasa baku umumnya
ditegakkan melalui kamus (ejaan
dan kosakata), tata bahasa, pelafalan, lembaga
bahasa, status hukum, serta penggunaan di masyarakat (pemerintah, sekolah, dll).
Moeliono (1981: 91) Mengutarakan bahwa pemahiran ragam
tinggi diperoleh lewat pendidikan.Kalau penutur dan penulis teladan
bahasa,tidak perlu dicari pada elit kekuasaan saja, justru terhadap perilaku
kebahasaan pejabat-pejabat dapat dicapai dan dikritik dikalangan masyarakat dan
menaruh minat pada pengembangan dan pembinaan. Kenyataan initidak berarti bahwa
yang bukan pejabat seperti golongan jurnalistik dan sastrawan lebih banyak
dapat diteladani. Namun, secara potensial keduanya dapat merupakan saluran yang
amat baik bagi pemercepatan pemantapan norma bahasa.
Chaer,
(1995: 81) mengatakan bahwa variasi itu atau
ragam bahasa ada dua pandangan.
Pertama variasi
atau ragam bahasa itu dilihat sebagai
akibat adanya keragaman sosial penutur
bahasa itu dan keanekaragaman fungsi bahasa
itu. Jadi, variasi atau ragam bahasa itu
terjadi sebagai akibat adanya keragaman sosial
dan keragaman fungsi bahasa.
Kedua, variasi atau ragam bahasa
itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya
sebagai alat interaksi dalam kegiatan
masyarakat yang beraneka ragam.
Fachruddin (1987: 20-22) menuliskan
tiga langkah yang harus ditempuh dalam
usaha pembakuan bahasa.
Kodifikasi,
yaitu himpunan dari hasil pemilihan mana lebih baik antara satu bahasa
dengan bahasa lainnya.
Elaborasi,
yaitu penyebarluasan hasil kodifikasi.
Iplementasi
yaitu proses terakhir dalam usaha pembakuan bahasa.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Bahasa
baku
Banyak orang
kurang menyetujui pemakaian bahasa “baku” karena mereka kurang memahami
makna istilah itu. Mereka mengira bahasa yang baku selalu bersifat kaku, tidak
lazim digunakan sehari-hari, atau bahasa yang hanya terdapat di buku. Mereka
berpendirian bahwa kita cukup menggunakan bahasa yang komunikatif, maksudnya
mudah dipahami. Mereka beranggapan bahwa penggunaan ragam baku mengakibatkan
bahasa yang kurang komunikatif dan sulit dipahami. Pemahaman semacam ini
harus diluruskan. Keterpautan bahasa baku dengan materi di media massa ialah
bahwa ragam ini yang paling tepat digunakan supaya bahasa Indonesia berkembang
dan dapat menjadi bahasa iptek, bahasa sosial, atau pun bahasa pergaulan yang
moderen.
Bahasa yang baku tidak akan menimbulkan
ketaksaan pada pemahaman pembacanya. Ragam bahasa baku akan menuntun pembacanya
ke arah cara berpikir yang bernalar, jernih, dan masuk akal. Bahasa Inggris,
dan bahasa-bahasa lain di Eropa, bisa menjadi bahasa dunia dan bahasa
komunikasi dalam ilmu pengetahuan karena tingginya sifat kebakuan bahasa-bahasa
tersebut.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Bahasa baku atau
bahasa standar adalah ragam bahasa yang
diterima untuk dipakai dalam situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat-menyurat,
dan rapat
resmi. Bahasa baku terutama digunakan sebagai bahasa persatuan dalam masyarakat
bahasa yang mempunyai banyak bahasa. Bahasa baku umumnya
ditegakkan melalui kamus (ejaan
dan kosakata), tata bahasa, pelafalan, lembaga
bahasa, status hukum, serta penggunaan di masyarakat (pemerintah, sekolah, dll).
Bahasa baku atau bahasa standar adalah ragam bahasa yang diterima untuk dipakai dalam
situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat-menyurat,
dan rapat
resmi.
Kata-kata baku adalah kata-kata yang standar sesuai
dengan aturan kebahasaaan yang berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu,
termasuk ilmu bahasa dan sesuai dengan perkembangan zaman. Kebakuan kata amat
ditentukan oleh tinjauan disiplin ilmu bahasa dari berbagai segi yang ujungnya
menghasilkan satuan bunyi yang amat berarti sesuai dengan konsep yang
disepakati terbentuk.
B. Ciri-ciri Kata Baku Dan Tidak Baku
Ciri-Ciri
Kata Baku Dan Tidak Baku :
NO
|
CIRI KEBAHASAAN
|
BAKU
|
TIDAK BAKU
|
1
|
Tidak
dipengaruhi bahasa daerah
|
Saya
mengapa bertemu
|
Gua
kenapa ketemu
|
2
|
Tidak
dipengaruhi bahasa asing
|
kantor
tempat itu benar kesempatan lain
|
kantor
di mana itu adalah benar lain kesempatan
|
3
|
Bukan
bahasa pasar
|
Dengan
memberi tidak
|
Sama
kasih enggak
|
4
|
Pemakaian
imbuhan secara eksplisit
|
Bekerja
menyerang
|
Kerja
serang
|
5
|
Pemakaiannya
tidak rancu
|
berkali-kali
mengesampingkan
|
Berulang
kali Mengenyampingkan
|
6
|
Tidak
pleonasme
|
para
tamuhadirin
|
para
tamu-tamupara hadirin
|
7
|
Tidak
mengandung hiperkorek
|
insafsah
|
insyafsyah
|
Ada beberapa ciri yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan kebakuan
kalimat, antara lain:
1. Peletakan imbuhan, misalnya “Kita harus hati-hati dalam
menentukan sample penelitian ini” (seharusnya “berhati-hati”).
2. Pemborosan
kata yang menyebabkan kerancuan atau bahkan kesalahan struktur kalimat,
misalnya “Dalam rapat pimpinan kemarin memutuskan susunan pengurus baru” (kata
dalam dapat dibuang).
3. Penggunaan
kata yang tidak baku, termasuk penggunaan kosakata bahasa daerah yang belum
dibakukan. Contoh, “Percobaan yang dilakukan cuma menemukan sedikit temuan”
(Cuma diganti hanya).
4. Penggunaan
kata hubung yang tidak tepat, termasuk konjungsi ganda, misalnya ”Meskipun
beberapa ruang sedang diperbaiki, tetapi kegiatan sekolah berjalan terus.”
(konjungsi tetapi sebaiknya dihilangkan karena sudah ada konjungsi
meskipun).
5. Kesalahan
ejaan, termasuk penggunaan tanda baca.
6. Pelesapan
salah satu unsur kalimat, misalnya ”Setelah dibahas secara mendalam, peserta
rapat menerima usul tersebut” (subjek anak kalimat ‘usul tersebut’ tidak boleh
dilesapkan).
C.
Fungsi Bahasa Indonesia Baku
Bahasa Indonesia baku mempunyai empat
fungsi, yaitu:
v pertama, pemersatu.
v kedua, penanda kepribadian.
v ketiga, penambah wibawa.
v keempat,kerangka acuan.
Fungsi Bahasa Indonesia Baku
Pertama, bahasa Indonesia baku
berfungsi pemersatu.
Bahasa Indonesia baku
mempersatukan atau memperhubungkan penutur berbagai dialek bahasa itu. Bahasa
Indonesia baku mempersatukan mereka menjadi satu
masyarakat bahasa Indonesia baku. Bahasa Indonesia baku mengikat kebhinekaan rumpun dan bahasa yang ada di Indonesia
dengan mangatasi batas-batas kedaerahan. Bahasa Indonesia baku merupakan wahana atau alat dan
pengungkap kebudayaan nasional yang utama. Fungsi pemersatu ini ditingkatkan
melalui usaha memberlakukannya sebagai salah satu syarat atau ciri manusia Indonesia
modern.
Kedua, bahasa Indonesia baku
berfungsi sebagai penanda kepribadian.
Bahasa Indonesia baku
merupakan ciri khas yang membedakannya dengan bahasa-bahasa lainnya. Bahasa
Indonesia baku memperkuat perasaan kepribadian
nasional masyarakat bahasa Indonesia
baku. Dengan
bahasa Indonesia baku kita menyatakan
identitas kita. Bahasa Indonesia baku berbeda
dengan bahasa Malaysia
atau bahasa Melayu di Singapura dan Brunai Darussalam. Bahasa Indonesia baku dianggap sudah berbeda
dengan bahasa Melayu Riau yang menjadi induknya.
Ketiga, bahasa Indonesia baku
berfungsi penambah wibawa.
Pemilikan bahasa Indonesia
baku akan
membawa serta wibawa atau prestise. Fungsi pembawa wibawa berkaitan dengan
usaha mencapai kesederajatan dengan peradaban lain yang dikagumi melalui
pemerolehan bahasa baku.
Di samping itu, pemakai bahasa yang mahir berbahasa Indonesia
baku “dengan
baik dan benar” memperoleh wibawa di mata orang lain. Fungsi yang meyangkut
kewibawaan itu juga terlaksana jika bahasa Indonesia
baku dapat
dipautkan dengan hasil teknologi baru dan unsur kebudayaan baru. Warga
masyarakat secara psikologis akan mengidentifikasikan bahasa Indonesia baku
dengan masyarakat dan kebudayaan modern dan maju sebagai pengganti pranata,
lembaga, bangunan indah, jalan raya yang besar.Gengsi juga melekat pada bahasa
Indonesia karena ia dipergunakan oleh masyarakat yang berpengaruh yang menambah
wibawa pada setiap orang yang mampu menggunakan bahasa Indonesia baku.
Keempat, bahasa Indonesia baku
berfungsi sebagai kerangka acuan.
Bahasa Indonesia baku
berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakainya dengan adanya norma atau
kaidah yang dikodifikasi secara jelas. Norma atau kaidah bahasa Indonesia baku
itu menjadi tolok ukur pemakaian bahasa Indonesia
baku secara
benar. Oleh karena itu, penilaian pemakaian bahasa Indonesia
baku dapat
dilakukan. Norma atau kaidah bahasa Indonesia baku juga menjadi acuan umum bagi
segala jenis pemakaian bahasa yang menarik perhatian karena bentuknya yang khas,
seperti bahasa ekonomi, bahasa hukum, bahasa sastra, bahasa iklan, bahasa media
massa, surat-menyurat resmi, bentuk surat keputusan, undangan, pengumuman,
kata-kata sambutan, ceramah, dan pidato.
Bahasa Indonesia baku dipakai di dalam beberapa konteks:
- Pertama, dalam komunikasi resmi,
yaitu
dalam surat-menyurat resmi atau dinas, pengumuman pengumuman yang dikeluarkan
oleh instansi resmi,perundang-undangan,penamaan dan peristilahanresmi.
- Kedua, dalam wacana teknis
yaitu dalam laporan resmi dan karangan ilmiah
berupa makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan laporan hasil penelitian.
- Ketiga, pembicaraan di depan umum
yaitu ceramah, kuliah, khotbah.
- Keempat, pembicaraan dengan orang yang dihormati
yaitu atasan dengan bawahan di dalam kantor,
siswa dan guru di kelas atau di sekolah, guru dan kepala sekolah di
pertemuan-pertemuan resmi, mahasiswa dan dosen di ruang perkuliahan. Di dalam konteks
pertama dan kedua didukung oleh bahasa Indonesia baku tulis. Konteks kedua dan
ketiga didukung oleh bahasa Indonesia baku lisan. Di luar konteks itu
dipergunakan bahasa Indonesia nonbaku atau bahasa Indonesia nonstandar.
D. Hasil
Penelitian
Dalam Pedoman Umum Pembentukan
istilah (PUPI) diterangkan sistem pembentukkan istilah serta pengindonesiaan
kosa kata atau istilah yang berasal dari bahasa asing. Bila kita memedomani
sistem tersebut akan telihat keberaturan dan kemapanan bahasa Indonesia.
Kata baku sebenarnya merupakan kata
yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah ditentukan.
Konteks penggunaannya adalah dalam kalimat resmi, baik lisan maupun tertulis
dengan pengungkapan gagasan secara tepat.
Dibawah ini terdapat beberapa contoh-contoh kata baku
dan tidak baku :
NO
|
KATA BAKU
|
KATA TIDAK
BAKU
|
1.
|
Saksama
|
Seksama
|
2.
|
Subjek
|
Subyek
|
3.
|
Saraf
|
Syaraf
|
4.
|
Subjektif
|
subyektif
|
5.
|
Teknik
|
Tehnik
|
6.
|
Teknologi
|
tehnologi
|
7.
|
Terampil
|
Trampil
|
8.
|
Telanjur
|
terlanjur
|
9.
|
Telantar
|
terlantar
|
10.
|
Ubah
|
Rubah
|
11.
|
Mengubah
|
merubah
|
12.
|
Utang
|
Hutang
|
13.
|
Mungkir
|
pungkir
|
14.
|
Narasumber
|
nara sumber
|
15.
|
Objek
|
Obyek
|
16.
|
Objektif
|
obyektif
|
17.
|
Peduli
|
perduli
|
18.
|
System
|
sistim
|
19.
|
Silakan
|
silahkan
|
20.
|
Praktik
|
Praktek
|
21.
|
Provinsi
|
Propinsi
|
22.
|
Risiko
|
Resiko
|
23.
|
Sekadar
|
sekedar
|
24.
|
Nasihat
|
Nasehat
|
25.
|
andal
|
Handal
|
26
|
atlet
|
Atlit
|
27
|
cenderamata
|
Cinderamata
|
28
|
karier
|
Karir
|
29
|
Kaidah
|
kaedah
|
30
|
Kategori
|
Katagori
|
31
|
miliar
|
Milyar
|
32
|
narasumber
|
nara
sumber
|
33
|
praktik
|
Praktek
|
34
|
ramadhan
|
Ramadan
|
35
|
silakan
|
Silahkan
|
36
|
System
|
Sistim
|
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Bahasa baku atau bahasa standar adalah ragam bahasa yang diterima untuk dipakai dalam
situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat-menyurat,
dan rapat
resmi.
Kata-kata baku adalah
kata-kata yang standar sesuai dengan aturan kebahasaaan yang berlaku,
didasarkan atas kajian berbagai ilmu, termasuk ilmu bahasa dan sesuai dengan
perkembangan zaman.
1. Ragam bahasa
baku yang lazim digunakan dalam:
Komunikasi resmi, yakni dalam surat menyurat resmi,
surat menyurat dinas, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi
resmi, perundang-undangan, penamaan dan peristilahan resmi, dan sebagainya.
2. Wacana
teknis seperti dalam laporan resmi, karya ilmiah, buku pelajaran, dan sebagainya.
3. Pembicaraan
didepan umum, seperti dalam ceramah, kuliah, pidato dan sebagainya.
4. Pembicaraan
dengan orang yang dihormati dan sebagainya.
B. Saran
Kami dari penulis menyarankan kepada para pembaca bahwa kami dari penulis
menerima dengan lapang dada segala keritikan dan saran yang bersifat membangun
dari sempurnanya makalah kami ini. Kami menyadari bahwa tidak ada manusia yang
sempurnah dibandinkan Tuhan Yang Maha Esa, Maka dari itu apabila terdapat
sesuatu hal dalam makalah yang saya buat ini menyinggung ataupun tidak berkenang
dalam diri pembaca, kami minta maaf sedalam-dalamnya.
Terimakasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ridwan , M . 2011.Modul
Bahasa Indonesia STIKES Panrita Husada Bulukumba. Bulukumba:
2011.
Badudu, j.s. 1994. Tata Bahasa
Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Bhrata Media.
Chaer, abdul. 1989. Tata Bahasa
Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah.
Keraf, Gorys. 1992. Tanya Jawab
Ejaan Bahasa Indonesia Untuk Umum. Jakarat: PT.
Gramedia
Pustaka Utama.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1979. Pedoman
Umum Ejaan yang
Disempurnakan. Jakarta:
Balai Pustaka.